Persoalan Likuidasi dan Kepailitan BUMN

18 November 2021

Mengingat BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara dan bertujuan untuk kemanfaatan umum maka kepailitan dalam BUMN tidak semudah kepailitan yang terjadi pada perusahaan swasta.

Masa sulit pandemi Covid-19 membuat kondisi ekonomi masih belum stabil. Dalam sektor bisnis, persaingan usaha di antara perusahan-perusahan yang ada saat ini sangat ketat seiring dengan pandemi yang belum berakhir. Beberapa sektor industri yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan perekonomian nasional adalah sektor konstruksi, perbankan dan telekomunikasi. Sebagian sektor ini adalah milik pemerintah atau biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

BUMN menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Maksud dan tujuan pendirian BUMN ini menurut Pasal 2 Undang-Undang BUMN yaitu salah satunya memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional.

Associate Partner BUMN Research Group LMUI, Toto Pranoto, dalam Focus Group Discussion with Editor pada Rabu (17/11), mengungkapkan ada sekitar 20 BUMN yang menjadi penggerak perekonomian di Indonesia.

“Saat ini, ada 20 BUMN terbesar yang mendominasi memiliki daya saing dan produktivitas dalam ukuran revenue dan aset. Jadi jika 20 BUMN ini telah menguasai dan mendominasi dalam ukuran-ukuran tersebut apakah kita masih membutuhkan 100 BUMN yang mana 20 BUMN saja sudah memenuhi dan mendominasi” jelasnya.

Adanya ketimpangan performa BUMN ini membuat kemungkinan akan banyaknya penutupan BUMN. Apabila terjadi pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasar putusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, pembubaran ini wajib diikuti dengan likuidasi.

“Likuidasi ini adalah proses di mana pengurusan dan pemberesan seluruh aset dan kewajiban perusahaan yang dilakukan oleh likuidator sebagai akibat dari pembubaran perusahaan yang akhir dari pemberesan ini digunakan untuk pembayaran kewajiban kepada seluruh kreditur.” tambah Toto.

Berdasarkan Pasal 147-152 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, likuidasi ini memiliki beberapa tahap. Tahap tersebut diawali dari tahapan pengumuman dan pemberitahuan pembubaran Perseroan kepada kreditor melalui surat kabar, hingga tahap penghapusan nama dan status badan hukum oleh Menkumham dari daftar perseroan melalui pengumuman.

Saat ini ada tujuh BUMN yang tengah berada di tahap likuidasi yang telah pailit. BUMN itu adalah PT Merpati Nusantara Airlines, PT Iglas, PT Kertas Kraft Aceh, PT Kertas Leces, PT PANN, PT Istaka Karya dan PT Industri Sandang.

Wacana beberapa penutupan BUMN ini cukup lama dipersiapkan. “Pada tahun 2019 Kementerian BUMN ingin menutup sejumlah BUMN, salah satu contohnya PT PANN. Sebelum melakukan penutupan dilakukan merger untuk BUMN yang beroperasi di luar bisnis utama atau core bisnis perusahaan” tambah Toto.

Mengingat BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara dan bertujuan untuk kemanfaatan umum maka kepailitan dalam BUMN tidak semudah kepailitan yang terjadi pada perusahaan swasta.

Pada prinsipnya syarat untuk dimohonkannya kepailitan pada suatu perusahaan tertulis jelas dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) pada Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Managing Partner dari Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP), Nien Rafles Siregar, mengatakan pada banyak kasus, putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Niaga kepada perusahaan BUMN dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

“Ketika suatu perusahaan berstatus Persero bukan Perum, maka aset perusahaan Perseroan tersebut bukanlah aset Negara. Selama ini banyak putusan-putusan yang tidak tepat. Kita sering mengalami perselisihan dengan hukum publik. Hukum publik yang mana di sini adalah Tipikor menjelaskan jika sampai ke Pengadilan Negara maka dapat disahkan sedangkan dalam UU BUMN mengatakan dengan tegas Persero sama dengan PT, pembubaran sama dengan PT dengan simpulan kita harus memisahkan urusan kepailitan dengan hukum keperdataan lainnya dengan hukum publik,” terang Nien Rafles.

Nien menambahkan bahwa keputusan kepailitan dalam badan BUMN bisa diselesaikan dengan cepat karena memiliki jangka waktu yang diatur dengan ketat dari KPKPU daripada keputusan perdata.

“Putusan perdata bisa dibanding dan bisa dikasasi kalau putusan KPKPU tidak bisa diupayakan hukum. Putusan pailit bisa dikasasi tapi berlaku langsung, walaupun ia banding tapi bisa berlaku segera. Ini merupakan penyelesaian yang cepat walaupun masih ada hal yang belum bisa kita pastikan,” jelasnya.

Secara hukum, persero dapat dilikuidasi/pailit apabila dibutuhkan. Likuidator dalam melakukan proses likuidasi/pailit harus dilaksanakan dengan cermat dan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber

Other News